Jenis Pasar, Latar Belakang Monopoli, dan Etika dalam Pasar Kompetitif
- Jenis-jenis Pasar
- Pasar persaingan sempurna, Suatu pasar dimana terdapat banyak penjual dan pembeli, barang yang didagangkan adalah barang homogen atau barang yang sama dan penjual tidak memiliki kebebasan dalam menentukan harga. Dalam pasar persaingan sempurna produsen bisa keluar dan masuk pasar dengan sangat mudah. Dilihat dari persaingan diuar harga, pasar persaingan sempurna tidak memiiki persaingan di luar harga.
- Pasar monopoli adalah suatu bentuk pasar yang hanya terdapat satu perusahaan saja atau bisa disebut suatu pasar yang penjualnya hanya ada satu dan pembelinya banyak dan menghasilkan barang yang tidak mempunyai pengganti. Keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan monopoli adalah keuntungan yang melebihi normal dan ini diperoleh karena terdapat hambatan yang sangat tangguh yang dihadapi perusahaan – perusahaan lain untuk memasuki industri tersebut.
- Pasar ologopoli adalah suatu bentuk persaingan pasar yang didominasi oleh beberapa produsen atau penjual dalam satu wilayah area. Contoh industri yang termasuk oligopoli adalah industri semen di Indonesia, industri mobil di Amerika Serikat, dan sebagainya. Sifat-sifat pasar oligopoli :
– Harga produk yang dijual relatif sama
– Pembedaan produk yang unggul merupakan kunci sukses
– Sulit masuk ke pasar karena butuh sumber daya yang besar
– Perubahan harga akan diikuti perusahaan lain
- Monopoli dan Dimensi Etika Bisnis
Pasar monopoli dalam etika bisnis dianggap kurang baik dalam mencapai nilai-nilai moral karena pasar monopoli tak teregulasi tidak mampu mencapai ketiga nilai keadilan kapitalis, efisiensi ekonomi dan juga tidak menghargai hak-hak negatif yang dicapai dalam persaingan sempurna. Selain itu, sifat pasar monopoli yang mendominasi salah satu jenis usaha, menjadikan perusahaan yang bergerak secara monopoli tersebut bertindak sesuka hati.
- Etika di dalam Pasar Kompetitif (Persaingan Sempurna)
Pasar persaingan sempurna terjadi ketika jumlah produsen sangat banyak sekali dengan memproduksi produk yang sejenis dan mirip dengan jumlah konsumen yang banyak.
Pada pasar persaingan sempurna terdapat persaingan yang ketat karena setiap penjual dalam satu wilayah menjual barang dagangannya yang sifatnya homogen. Harga pada pasar persaingan sempurna relatif sama dengan para pesaing usaha lainnya. Konsumen tentu akan memilih produsen yang dinilai mampu memberikan kepuasan. Adapun hal yang menjadi faktor kepuasan itu adalah tingkat pelayanan dan fasilitas-fasilitas penunjang.
Ada dua etika yang harus di pegang oleh para pelaku pasar agar pasar selalu dalam kondisi ideal dan fairness, yaitu:
- Adanya optimasi manfaat barang oleh pembeli dan penjual. Dapat diartikan sebagai pertemuan antara kebutuhan pembeli dengan penawaran barang oleh penjual. Bertemunya dua hal ini, menjadikan barang yang ditransaksikan membawa manfaat, dan menghilangkan kemubadziran dan kesia-siaan.
- Pasar harus dalam kondisi ekuiblirium. Teori ekonomi mengenal ekuiblirium sebagai titik pertemuan antara demand dan supply. ekuiblirium diartikan sebagai titik pertemuan persamaan hak antara pembeli dan penjual. Hak yang seperti apa Hak pembeli untuk mendapatkan barang dan hak penjual untuk mendapatkan uang yang sepantasnya dari barang yang dijualnya. Dalam konteks hak ini, kewajiban-kewajiban masing-masing pihak harus terpenuhi terlebih dahulu, kewajiban bagi penjual untuk membuat produk yang berkualitas dan bermanfaat dan bagi pembeli untuk membayar uang yang sepantasnya sebagai pengganti harga barang yang dibelinya
- Kompetisi pada Pasar Ekonomi Global
Kompetisi mempunyai pengertian adanya persaingan antara perusahaan untuk mencapai pangsa pasar yang lebih besar. Kompetisi antara perusahaan dalam merebutkan pelanggan akan menuju pada inovasi dan perbaikan produk dan yang pada akhirnya pada harga yang lebih rendah. Sebuah perusahaan yang memimpin pasar dapat dikatakan sudah mencapai keunggulan kompetisi. Kompetisi baik bagi perusahaan karena akan terus mendorong adanya inovasi, ketekunan dan membangun semangant tim. Sekalipun demikian, tidak selamanya kompetisi selalu baik karena kita harus memastikan bahwa para pesaing perusahaan kita tidak akan mencuri pelanggan kita.
Dalam persaingan ini tentunya Negara-negara maju sangat berpotensi dalam dan berpeluang sangat besar untuk selalu bisa eksis dalam persaingan itu. Hal ini disebabkan karena :
- Teknologi yang dimiliki jauh lebih baik dari Negara-negara berkembang.
- Kemampuan modal yang memadai dalam membiayai persaingan global sebagai wujud investasi mereka.
- Memiliki masyarakat yang berbudaya ilmiah atau IPTEK.
Alasan-alasan di atas cenderung akan melemahkan Negara-negara yang sedang berkembang dimana dari sisi teknologi, modal dan pengetahuan jauh lebih rendah. Bali sendiri kalau kita lihat masih berada diposisi yang sulit, dimana perekonomian Bali masih didominasi oleh orang-orang asing, misalnya hotel-hotel besar, dan juga perusahaan-perusahaan besar lainnya.
Dalam pengertian sempit, kompetisi mempunyai pengertian perusahaan-perusahaan berusaha sekuat tenaga untuk membuat pelanggan membeli produk mereka bukan produk pesaing. Oleh karena itu, akan terdapat pihak yang menang dan yang kalah. Dalam pengertian luas sebagaimana sudah disebutkan di atas, kompetisi merupakan usaha organisasi bisnis dalam memperoleh pangsa pasar yang lebih besar dan lebih sukses dibandingkan dengan pesaingnya. Ada tiga model kompetisi dalam dunia bisnis, yaitu: kompetisi manufaktur, kompetisi penjualan dan model-model kompetisi.
Kompetisi global juga menyebabkan menyempitnya lapangan pekerjaan, terutama masyarakat lokal, karena kebanyakan pekerjaan dilakukan oleh teknologi, dan Negara-negara maju menjadi pemasok kebutuhan-kebutuhan, sehingga kita cuma bisa menikmati hasil yang sudah disuguhkan secara cantik yang sebenarnya merupakan ancaman yang sangat besar bagi bangsa kita. Dilain sisi, lahan pertanian juga akan semakin menyempit.
Contoh Pelanggaran Pasar Oligopoli
Tiket pesawat mahal masih menjadi keluhan. Komisi V DPR RI bahkan menyoroti harga tiket penerbangan domestik yang lebih mahal dibandingkan dengan rute luar negeri. Kritik itu disampaikan dalam rapat kerja dengan Kemenhub, di kompleks parlemen, Jakarta, 29 Januari. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pun telah memproses dugaan praktik kartel dalam kasus ini. “Kami sudah masuk masa penyelidikan. Kami selalu sampaikan kepada teman-teman wartawan hasil rakom [rapat koordinasi] kami,” kata Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (12/2/2019).
Menurut Guntur dalam tahap penyelidikan ini, pihak dari Garuda dan Indonesia National Air Carrier (Inaca) telah memberikan berkas-berkas yang dibutuhkan tim investigator. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), oligopoli didefinisikan sebagai keadaan pasar dengan produsen pembekal barang hanya berjumlah sedikit sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat memengaruhi harga pasar.
Belum lagi soal kebijakan maskapai yang kompak menerapkan tarif bagasi pesawat. Praktik penerapan tarif lain di luar tarif tersebut seolah mengulang sejarah kartel di industri penerbangan nasional. Sejarah yang dimaksud terjadi pada 2010. Kala itu, KPPU mengambil keputusan menghukum sembilan perusahaan penerbangan lantaran melakukan kartel pada penetapan harga fuel surcharge sejak 2006 hingga 2009. Tarif fuel surcharge adalah komponen biaya tambahan dari maskapai yang ditujukan untuk menutup biaya yang diakibatkan kenaikan harga bahan bakar pesawat atau avtur. Komponen biaya ini berada di luar tiket pesawat.
Sejumlah indikasi tersebut jadi temuan awal bagi KPPU untuk melakukan penyelidikan dugaan kartel di industri penerbangan nasional yang menyebabkan mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia. “Nanti kami yang akan memutuskan apakah itu akan naik [statusnya], apakah kami akan kasih waktu lagi atau nanti kami akan sarankan untuk dihentikan. Tergantung dari temuan,” kata Guntur.
Penyelesaian Masalah dan Tindakan Pemerintah
Dalam kasus ini, KPPU menetapkan pasal 5 sebagai dasar dalam penyelidikan dugaan perkara. Dugaan yang sama juga sempat diutarakan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, pada 25 Januari 2019. Tulus menduga mahalnya tiket rute dalam negeri disinyalir buah dari persekongkolan pelaku industri penerbangan nasional yang jumlahnya tergolong sedikit dan mengarah ke oligopoli.
Indikasi oligopoli di industri penerbangan seperti yang diungkapkan Tulus tercermin dari makin sedikitnya pelaku usaha penerbangan di tanah air. Sebelumnya pangsa pasar angkutan udara dikuasai oleh tiga grup besar, yakni: Garuda Indonesia, Lion Air Grup, dan Sriwijaya Air Grup. Namun, saat ini persaingan makin sedikit setelah Sriwijaya Grup bergabung dengan Garuda Indonesia melalui kerja sama operasi (KSO) yang sudah dijalin oleh dua perusahaan maskapai itu. Dengan adanya KSO ini, maka sebagian besar aktifitas bisnis dari mulai operasional maupun finansial Sriwijaya diatur oleh Garuda Indonesia lewat anak usahanya Citilink Indonesia. Aktifitas ini jelas mengurangi persaingan di industri penerbangan nasional.
Para pemain besar industri ini pun bisa lebih leluasa 'bersepakat' mengatur tarif. Persekongkolan kartel makin terlihat ketika pelaku industri penerbangan nasional kompak menurunkan tarif tiket pesawat di waktu bersamaan. Pada 13 Januari, misalnya, sejumlah maskapai penerbangan yang tergabung dalam Indonesia National Air Carrier (Inaca) sepakat menurunkan harga tiket pesawat sebesar 20-60 persen. Keputusan itu diambil setelah maskapai penerbangan berunding dengan Angkasa Pura, AirNav, dan PT Pertamina (Persero).
KPPU juga menyoroti dugaan rangkap jabatan direktur utama Garuda di maskapai penerbangan swasta Sriwijaya Grup sebagai konsekuensi KSO yang disepakati antara Garuda dan Sriwijaya. Dari kacamata hukum, langkah tersebut dilarang UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Berdasarkan aturan yang tertulis dalam regulasi itu, seorang direksi atau komisaris di suatu perusahaan tidak boleh duduk di posisi atau menjabat sebagai direksi atau komisaris di perusahaan lain, terutama di lini bisnis yang sama. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 26 yang mengatur soal jabatan rangkap. “Kalau memang terbukti, yang bersangkutan bisa kena denda maksimal Rp25 miliar dan minimal denda Rp1 miliar,” kata Guntur.
Link PPT : https://drive.google.com/file/d/12l4f19iPfBQzX_0c_hdapG6XBATg3QmK/view?usp=sharing
Profil Penulis
Nama : Firyal Humairah
NPM : 12217399
Kelas : 3EA01
Mata Kuliah : Etika Bisnis
0 komentar:
Posting Komentar