This is default featured slide 1 title

Welcome and Enjoy In My Blog

This is default featured slide 2 title

Hai...... Namaku Firyal Humairah

This is default featured slide 3 title

Di Join juga ya blognyaaa.....

This is default featured slide 4 title

Dibaca ya tulisan-tulisannya, kalau boleh di comment juga

This is default featured slide 5 title

Thank You sudah mampir di blogku, semoga kumpulan artikel ini bermanfaat

Sabtu, 18 Juli 2020

MAKALAH TENTANG ANALISIS PENANGANAN KOMPLAIN KONSUMEN DI PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (Persero) RAYON GOMBONG


MAKALAH TENTANG ANALISIS PENANGANAN KOMPLAIN KONSUMEN DI PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (Persero) RAYON GOMBONG


Nama                       : Firyal Humairah
NPM                        : 12217399
Kelas                        : 3EA01
Mata Kuliah             : Etika Bisnis
Dosen                       : Herry Sussanto



FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2020


PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH

Kebutuhan masyarakat yang sangat beragam, tidak akan ada artinya apabila tidak didukung dengan adanya tenaga listrik. Melihat kebutuhan masyarakat terhadap tenaga listrik yang semakin besar dibentuklah sebuah BUMN yang bergerak dalam bidang jasa kelistrikan yaitu PT. PLN (Persero). Sebagai satu – satunya BUMN yang bergerak dalam bidang jasa kelistrikan keberadaan PT. PLN menjadi sangat penting bagi masyarakat. Kebutuhan terhadap adanya tenaga listrik ini dirasakan diseluruh Indonesia, tidak terkecuali warga masyarakat Kecamatan Gombong dan sekitarnya.
Walaupun dapat dikatakan sebagai daerah yang tidak terlalu besar, namun kebutuhan tenaga listrik warga masyarakatnya sangat besar. Hal ini terlihat dari banyaknya warga masyarakat yang telah menjadi pelanggan PT. PLN (Persero) Rayon Gombong. Sebanyak 763.336 pelanggan PT. PLN (Persero) Rayon Gombong telah memiliki aliran listrik baik itu dirumahnya maupun ditempat usahanya. Pada bulan Maret, terdapat 70 komplain yang masuk ada sebanyak 23 komplain yang datang dari pelanggan daya 450 VA. Dari 70 komplain yang masuk paling banyak berisi tentang komplain yang menyatakan bahwa listrik satu rumah padam.
Dengan adanya fenomena tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengapa fenomena tersebut dapat terjadi. Hal ini dikarenakan fenomena tersebut dapat didasari dari berbagai macam faktor baik karena faktor alat maupun kelalaian manusia. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian mengenai penanganan komplain yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) Rayon Gombong dalam menangani komplain dari pelanggan. Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENANGANAN KOMPLAIN DI PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (Persero) RAYON GOMBONG”






TINJAUAN PUSTAKA

TEORI

1.                  Administrasi Publik
Dewi (2011:103) menyatakan bahwa administrasi negara adalah kegiatan yang berkaitan dengan pengurusan/penataan kepentingan negara, dimana kebijakan pemerintah dilaksanakan melalui pelayanan terhadap rakyat yang meliputi administrasi pemerintahan negara, dan administrasi perusahaan. Kemudian lebih lanjut lagi administrasi pemerintahan negara dibagi menjadi dua yaitu administrasi sipil dan administrasi militer. Siagian sebagaimana ditulis oleh Ibrahim (2007:15), administrasi negara adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintahan dari suatu negara dalam usaha mencapai tujuan negara. Rumusan tersebut juga diperkuat dengan rumusan dari Atmosudirjo.
Dalam rumusan mengenai definisi administrasi negara, beliau menyatakan bahwa administrasi negara adalah administrasi daripada negara sebagai organisasi yang “mengejar” tercapainya tujuan – tujuan yang bersifat kenegaraan yang ditetapkan melalui undang – undang. Ibrahim (2007:17) menyimpulkan bahwa administrasi negara meliputi seluruh upaya penyelenggaraan pemerintahan yang meliputi kegiatan manajemen pemerintahan (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan pembangunan) dengan mekanisme kerja dan dukungan sumber daya manusia serta dukungan administrasi atau tata laksananya. Ibrahim (2007:18) juga menjelaskan jika di dalam mekanisme kerja administrasi negara diperlukan partisipasi stake holders pembangunan, sumber daya manusia penyelenggara negara dan stake holders yang berkualitas, dan dalam dukungan administrasi diperlukan dukungan tata laksana, sarana prasarana, anggaran, sistem informasi yang sesuai pula, sehingga penyelenggaraan negara yang demokratis, sesuai tujuan yang digariskan (oleh undang – undang, kebijakan politik) dapat dicapai secara bertahap. Dalam merumuskan suatu pembahasan konsep administrasi publik ternyata terdapat beberapa teori yang melandasi terjadinya konsep administrasi publik tersebut.
Menurut Bailey sebagaimana ditulis oleh Akib (2009:3) dalam merumuskan suatu pembahasan administrasi publik terdapat empat jenis teori sebagai acuan atau arahannya. Keempat jenis teori tersebut yaitu teori deskriptif, teori normatif, teori asumtif, dan teori instrumental. Untuk kemudian keempat jenis teori tersebut dijabarkan sebagai berikut.

2.                  Penanganan Komplain
Islamy (2010:2) menjelaskan komplain pelayanan adalah merupakan ekspresi perasaan ketidakpuasan atas standar pelayanan, tindakan atau tiadanya tindakan aparat pelayanan yang berpengaruh kepada para pelanggan.
Menurut Purwanto sebuah komplain pelanggan atau masyarakat memiliki peranan penting dalam kehidupan organisasi yang menangani komplain tersebut. Arti penting komplain pelanggan antara lain yaitu organisasi semakin tahu kelemahan dan kekurangannya, alat introspeksi diri organisasi untuk senantiasa responsif, mempermudah organisasi mencari jalan keluar dalam peningkatan mutu pelayanan, bila segera ditangani, pelanggan merasa kepentingan dan harapannya diperhatikan, dapat mempertebal rasa percaya dan kesetiaan pelanggan kepada organisasi pelayanan, dan penanganan komplain yang benar dan berhasil dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. Dalam menangani sebuah komplain dari pelanggan, organisasi harus memperhatikan dimensi yang harus terpenuhi agar penanganan tersebut berhasil.
Tjiptono (2000:173) menjelaskan dimensi – dimensi yang harus terpenuhi saat menangani komplain antara lain yaitu (1) Commitment. Diperlukan adanya sebuah komitmen untuk menciptakan suatu penanganan komplain yang efektif dan efisien. Semua anggota organisasi, termasuk pihak manajemen, berkomitmen tinggi untuk mendengarkan dan menyelesaikan masalah komplain. (2) Fairness. Sebuah proses penanganan komplain harus mengetahui dan memahami tentang keadilan dan kewajaran kebutuhan serta kepentingan dari kedua belah pihak, yaitu pihak perusahaan dan pihak konsumen. (3) Visibility. Sebuah proses penanganan komplain sebaiknya dipublikasikan kepada para konsumen dan kepada para staff/karyawan perusahaan. Hal ini mencakup informasi mengenai cara dan hak dalam menyampaikan komplain. (4) Responsiveness. Pada penanganan komplain, kecepatan merupakan hal yang sangat penting dibutuhkan oleh para konsumen. (5) Simple. Adanya fasilitas dan kemudahan yang diberikan perusahaan kepada pelanggan untuk menyampaikan komplain.







PEMBAHASAN

A. Analisis Penanganan Komplain di PT PLN (Persero) Rayon Gombong

1.      Masalah yang Dikomplain Pelanggan Sebagai pihak penyedia jasa kelistrikan, pihak PT PLN (Persero) Rayon Gombong tentu saja tidak lepas dari permasalahan – permasalahan yang menyebabkan pelanggan mengalami ketidakpuasan. Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan dan juga atas penjelasan dari Dhika (2010:31), pelanggan mengajukan komplainnya kepada PT PLN (Persero) Rayon Gombong karena tidak puas terhadap pelayanan yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) Rayon Gombong. Pelayanan yang menyebabkan ketidakpuasan ini antara lain sering rusaknya instalasi listrik dan pemadaman listrik yang seringkali tidak diinformasikan terlebih dahulu. Rusaknya alat yang instalasi listrik memang sudah sewajarnya untuk dikeluhkan pelanggan karena ini cukup mengganggu kegiatan sehari – hari mengingat bahwa pada era masa kini hampir semua kegiatan manusia pasti membutuhkan sambungan listrik. Menurut Purwanto sebuah komplain pelanggan atau masyarakat memiliki peranan penting dalam kehidupan organisasi yang menangani komplain tersebut. Arti penting komplain pelanggan antara lain yaitu organisasi semakin tahu kelemahan dan kekurangannya, alat introspeksi diri organisasi untuk senantiasa responsif, mempermudah organisasi mencari jalan keluar dalam peningkatan mutu pelayanan, bila segera ditangani, pelanggan merasa kepentingan dan harapannya diperhatikan, dapat mempertebal rasa percaya dan kesetiaan pelanggan kepada organisasi pelayanan, dan penanganan komplain yang benar dan berhasil dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. Dengan adanya masalah – masalah yang dikomplain oleh pelanggan PT PLN (Persero) Rayon Gombong ini bisa menjadi salah satu tolok ukur apakah pelayanan yang mereka berikan sudah membuat pelanggan puas atau belum. Pihak PT PLN (Persero) Rayon Gombong juga menjadi semakin berhati – hati ketika memutuskan untuk memasang instalasi listrik dan benar – benar melakukan pengecekan terhadap seluruh alat kelistrikan yang akan digunakan. Adanya komplain dari pelanggan juga bisa menjadikan salah satu sumber untuk meningkatkan kinerja PT PLN (Persero) Rayon Gombong dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Diharapkan adanya komplain tentang jeleknya alat kelistrikan yang dipakai tidak akan ada lagi di masa yang akan datang.
2.      Prosedur Pengajuan Komplain Prosedur yang ada bisa dikatakan masih terlalu rumit sehingga penanganan komplain memakan waktu lebih lama. Seharusnya prosedur pengajuan komplain bisa lebih sederhana sehingga menghemat waktu penanganan. Alangkah lebih baik jika PT PLN (Persero) Rayon Gombong bisa menyederhanakan tahapan – tahapan yang harus ditempuh saat menangani komplain dari pelanggan. Tahapan yang sekiranya dapat disatukan yaitu tahapan survey, pengecekan data pelanggan sekaligus memberikan hasil survey.

3.      Dimensi Penanganan Komplain Dari kelima dimensi penanganan komplain tersebut tidak semuanya diterapkan oleh PT PLN (Persero) Rayon Gombong. Berikut penjabarannya :
(1) Commitment. PT PLN (Persero) Rayon Gombong telah memiliki komitmen untuk menangani komplain yang efektif dan efisien. Semua staff karyawan PT PLN (Persero) Rayon Gombong khususnya pada petugas frontliner yang bertugas menerima komplain dari pelanggan. Petugas frontliner ini merupakan petugas yang pertama kali mendengarkan setiap komplain dari pelanggan sebelum diteruskan untuk dilakukan survey dan perbaikan.
(2) Fairness. Setiap petugas PT PLN (Persero) Rayon Gombong selalu menerapkan asas keadilan dalam melayani setiap komplain pelanggan yang diajukan kepada mereka. Dalam mengatasi komplain pelanggan dan melakukan perbaikan apabila komplain tersebut diakibatkan oleh kerusakan alat kelistrikan selalu mendahulukan pelanggan yang datanya lebih dahulu masuk. Namun selain itu mereka juga melihat seberapa parah dan mendesaknya komplain tersebut untuk segera diatasi.
(3) Visibility. Untuk dimensi visibility ini PT PLN (Persero) Rayon Gombong bisa dikatakan belum memenuhinya. Hal ini dikarenakan tidak adanya transparansi proses atau tata cara penanganan komplain yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) Rayon Gombong. Pelanggan hanya tahu bahwa komplain mereka telah masuk, diproses dan akan dilakukan oleh petugas tanpa tahu pasti proses yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) Rayon Gombong.
(4) Responsiveness. Dimensi responsiveness ini telah dipenuhi oleh PT PLN (Persero) Rayon Gombong dalam mengatasi komplain yang diajukan oleh pelanggan mereka. Petugas PT PLN (Persero) Rayon Gombong selalu berusaha untuk merespon segala komplain yang diajukan oleh pelanggan dan berusaha secepat mungkin untuk mengatasi komplain tersebut sehingga tidak ada penundaan pekerjaan. Dengan terpenuhinya dimensi manajemen komplain ini pelanggan merasa diperhatikan karena komplain mereka direspon.
(5) Simple. Terpenuhinya dimensi simple disini dapat diartikan jika PT PLN (Persero) Rayon Gombong telah menyediakan fasilitas untuk pelanggan dalam menyampaikan komplain mereka kepada PT PLN (Persero) Rayon Gombong. Fasilitas yang disediakan antara lain adanya telepon kantor dan pelayanan teknik 24 jam sehingga pelanggan semakin mudah dalam mengajukan komplain.

B. Hambatan dalam Proses Penanganan Komplain di PT PLN (Persero) Rayon Gombong

Melihat dari adanya hambatan dalam proses penangan komplain yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) Rayon Gombong, dapat dikatakan bahwa pihak PT PLN (Persero) Rayon Gombong belum bisa memenuhi kepuasan pelanggan secara maksimal. Mengingat dalam memenuhi kepuasan pelanggan terdapat beberapa indikator yang harus dipenuhi dalam manajemen pelayanan publik, menurut Parasuraman dalam Sudikan (2010:37) indikator tersebut antara lain tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty. Adanya hambatan berupa cuaca yang tidak bersahabat dan sulitnya medan yang harus ditempuh ini menyebabkan pihak PT PLN (Persero) Rayon Gombong tidak mampu menjanjikan perbaikan secepatnya pada pelanggan yang mengajukan komplain mereka atau bisa dikatakan bahwa indikator reliability tidak terpenuhi.













PENUTUP

KESIMPULAN

1. Komplain yang diajukan pelanggan mayoritas merupakan komplain teknis.
2. Proses pengajuan komplain sudah bisa dikatakan cukup mudah, hanya saja ada beberapa tahapan yang dirasa memakan waktu
3. Dari kelima dimensi penanganan komplain, pihak PT PLN (Persero) Rayon Gombong baru menerapkan empat dimensi yaitu commitment, fairness, responsiveness, dan simple. Sedangkan untuk dimensi visibility belum diterapkan secara maksimal karena belum adanya transparansi kepada pelanggan.
4. Hambatan yang muncul berasal dari tidak kooperatifnya pelanggan dan juga karena faktor cuaca.

SARAN

1. Petugas PT PLN (Persero) Rayon Gombong seharusnya menjelaskan dengan detail setidaknya memasang papan penjelasan mengenai prosedur pengaduan komplain dari komplain tersebut masuk hingga sampai akhirnya diatasi.
2. Diharapkan kedepannya petugas PT PLN (Persero) Rayon Gombong tetap berpegang pada dimensi – dimensi penanganan komplain dalam menangani dan menyelesaikan setiap komplain yang diajukan oleh pelanggan.


DAFTAR PUSTAKA

Akib, Haedar. (2009). Jurnal Baca. Artikulasi Perkembangan Ilmu Administrasi Publik. Makassar.

Dewi, Irra Chrisyanti. (2011). Pengantar Ilmu Administrasi. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Dhika Dadi Pawesti Putri. (2010). Prosedur Pelayanan Keluhan Pelanggan PT PLN ( Persero ) Area Pelayanan Jaringan (APJ) Surakarta. Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret.

Fardhani, Harentama dan Mudji Rahardjo. (2010). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Masyarakat pada Pelayanan badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Semarang. Semarang : Universitas Diponegoro.

Hasibuan, Malayu S.P. (2005). Organisasi dan Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta: Bumi Pusaka.

Ibrahim, Amin. (2007). Administrasi Publik dan Implementasinya. Bandung: Refika Aditama. Islamy, Irfan. (2010). Manajemen Komplain dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik. Malang: Universitas Brawijaya

Kast, Fremont E. dan James E. Rosenzweig. (2002). Organisasi dan Manajemen Jilid 1. Jakarta: Bumi

Aksara. Marom, Aufarul. (2012). Reformasi Pelayanan Publik. Presentasi. Dipresentasikan pada Kuliah Reformasi Administrasi di Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro. (16 April).

Simbolon, Maringan Masry. (2003). Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Sudikan. (2010). Studi Tentang Kualitas Pelayanan pada PT. PLN (Persero) Unit Pelayanan dan Jaringan Semarang Barat. Thesis. Universitas Diponegoro.
Sutarto. (2006). Dasar-Dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Trilestari, Endang Wirjatmi. (2007). Manajemen Pelayanan Umum. Presentasi. Dipresentasikan pada Kuliah Manajemen Pelayanan Umum STIA-LAN BANDUNG. (19 Mei).

Sabtu, 11 Juli 2020

PPT dan KASUS MATERI MINGGU KE-13

MEMBERIKAN CONTOH TENTANG PERILAKU BISNIS YANG MELANGGAR ETIKA

Korupsi

Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan itu, korupsi dirumuskan dalam 30 bentuk, yang dikelompokkan ke dalam kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Masyarakat Transparansi Indonesia:Pengertian “korupsi” lebih ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan.
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Modus korupsi antara lain contohnya yaitu :
Contoh :
·       Pemerasan Pajak
·       Manipulasi Tanah
·       Jalur Cepat Pembuatan KTP / SIM
·       SIM Jalur Cepat
·       Markup Budget/Anggaran
·       Proses Tender
·       Penyelewengan dalam Penyelesaian Perkara

Pemalsuan

Permasalahan etik dalam pemalsuan merek adalah tidak menghargai hasil karya cipta seseorang yang menciptakan produk unggul yang bermanfaat bagi semua orang, tiba-tiba dibajak atau ditiru dengan mengambil karya orang lain untuk keuntungan diri sendiri, contohnya yang banyak beredar di masyarakat adalah pemalsuan DVD/VCD dan pakaian baju,kaos, celana yang dengan sengaja menciptakan merk yang sama tetapi kualitas berbeda jauh dengan yang asli oleh karena itu produk bajakan harganya sangat murah, masyarakat pun memilih untuk membeli produk bajakan karena harganya murah dan tidak jauh berbeda kualitasnya dengan yang asli. mengapa hal ini terjadi? karena tidak ada aturan yang baku untuk menahan gejolak ini, bahkan pemerintah pun tidak mampu untuk menahan gejolak ini. peran serta negara pengusaha bahkan masyarakat sebagai konsumen yang sangat dibutuhkan, kunci utama yang perlu ditekankan adalah kesadaran masyarakat untuk membeli produk asli bukan bajakan.membeli produk asli akan meningkatkan produktifitas pencipta dan memberikan kontribusi terhadap negara.

 Pembajakan

Pada tahun 2007,terdapat kasus Yayasan Karya Cipta Indonesia melawan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel).Dalam perkara tersebut YKCI selaku penggugat menyatakan bahwa karya cipta lagu yang telah diumumkan oleh Telkomsel dalam bentuk Nada Sambung Pribadi (NSP) ada lebih dari 1500 karya cipta lagu dalam negeri maupun luar negeri,Telkomsel tidak melakukan pembayaran royalti kepada YKCI selaku pemegang hak cipta atas karya lagu-lagu tersebut.
Atas perbuatan pelanggaran hak cipta ini,YKCI memperhitungkan Telkomsel telah menimbulkan kerugian materiil bagi YKCI sebesar Rp.78.408.000.000,-.Selain kerugian tersebut,YKCI menyatakan juga telah kehillangan keuntungan yang seharusnya diharapkan dan atau didapatkan dari royalti yang tidak dibayarkan.Sehingga YKCI menuntut Telkomsel untuk membayar secara tunai dan sekaligus kehilangan keuntungan tersebut sebesar 10 % per bulan dari nilai kerugian materiil.


Diskriminasi Gender

Diskriminasi pekerjaan adalah tindakan pembedaan, pengecualian, pengucilan, dan pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, ras, agama, suku, orientasi seksual, dan lain sebagainya yang terjadi di tempat kerja. Dari data yang kami himpun dari berbagai artikel, rupanya diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja sampai saat ini masih banyak dijumpai di perusahaan-perusahaan. Topik yang dipilih pun terkait wanita yang kami amati dari segi kasus kehamilan, stereotype gender, dan agama (teruma muslim).
Penyebab terjadinya diskriminasi kerja, beberapa penyebab yang menimbulkan adanya diskriminasi terhadap wanita dalam pekerjaan, di antaranya : Pertama, adanya tata nilai sosial budaya dalam masyarakat Indonesia yang umumnya lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan (ideologi patriaki). Kedua, adanya bias budaya yang memasung posisi perempuan sebagai pekerja domestik atau dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama dan tak pantas melakukannya. Ketiga, adanya peraturan perundang-undangan yang masih berpihak pada salah satu jenis kelamin dengan kata lain belum mencerminkan kesetaraan gender, contohnya pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non-upah yang menyebutkan bahwa tunjangan tetap diberikan kepada istri dan anak.
Dalam hal ini, pekerja wanita dianggap lajang sehingga tidak mendapat tunjangan, meskipun ia bersuami dan mempunyai anak. Keempat, masih adanya anggapan bahwa perbedaan kualitas modal manusia, misalnya tingkat pendidikan dan kemampuan fisik menimbulkan perbedaan tingkat produktifitas yang berbeda pula. Ada pula anggapan bahwa kaum wanita adalah kaum yang lemah dan selalu berada pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki.

Konflik Sosial

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai percekcokan, perselisihan atau pertentangan. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih(atau juga kelompok) yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tak berdaya.Dalam Bahasa latin : Configere artinya saling memukul.
Pengertian konflik menurut Soerjono Soekanto : Suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan /atau kekerasan. Faktor-faktor Penyebab Konflik Soerjono Soekanto mengemukakan 4 faktor penyebab terjadinya konflik yaitu : perbedaan antarindividu, perbedaan kebudayaan, perbedaan kepentingan dan perubahan sosial. Pengertian konflik menurut Gillin and Gillin : konflik adalah bagian dari sebuah proses sosial yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan fisik, emosi , kebudayaan dan perilaku.


Masalah Polusi

Di indonesia saat ini udara sudah tidak asri lagi, di karenakan banyaknya asap kendaraan bermotor dan asap yang di timbulkan dari industri besar seperti pabrik-pabrik besar yang ada di indonesia. Karena asap yang ditimbulkan itu, dampak yang sangat besar antara lain penipisan ozon dan jika terus menerus maka sinar ultra violet akan merusak kulit. Menurut saya, sebaiknya pemerintah ambil andil dalam masalah polusi di Indonesia saat ini. Karena jika di diamkan maka masyarakat tidak akan bisa lagi menghirup udara segar dan dapat juga menyebabkan sesak nafas dan kelainan paru-paru. Hal ini pun dapat di tuntaskan apabila masyarakat peduli dan selalu mengadakan sosialisasi rutin di lingkungan disekitarnya.
Dengan cara menanam 1 pohon pun masyarakat sudah menolong dan membantu mengurangi polusi di Indonesia. Pesan saya untuk masyarakat di indonesia adalah pintar-pintarlah menggunakan kendaraan bermotor seperlunya, dan jangan lupa untuk menanam pohon agar kita dapat terus menghirup udara segar dan terhindar dari penyakit yang dapat tiba-tiba menyerang kita melalui polusi udara.


KASUS KORUPSI

Biografi H. annas maamun
Drs. H. Annas Maamun (lahir di Bagansiapiapi, Riau, 17 April 1940, umur 77 tahun) adalah Gubernur Riau saat ini, yang menjabat sejak 19 Februari 2014 ia merupakan tokoh keturunan Melayu. Annas Maamun menempuh pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat No. 1 Bagansiapiapi pada tahun 1945. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke SGB Negeri Bengkalis pada tahun 1957 dan SGA Negeri Tanjung Pinang pada tahun 1960. Kemudian ia menempuh pendidikan di PGSLP Negeri Padang Tugas Belajar pada tahun 1962.
Annas Maamun pernah menjadi guru di SMP Negeri Bagansiapiapi pada tahun 1960 hingga tahun 1964 dan juga menjadi guru di SMP Negeri No.2 Pekanbaru pada tahun 1967 hingga tahun 1968. Selain menjadi guru, Annas Maamun pernah menjadi birokrat diKabupaten Bengkalis dan Kotamadya Pekanbaru dimana ia pernah menjadi pelaksana tugas Camat Rumbai pada tahun 1986. Ia juga pernah menjadi ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bengkalis dari tahun 1999 hingga tahun 2001. Kemudian ia menjadi ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rokan Hilir dari tahun 2001 hingga tahun 2005. Pada tahun 2006 ia terpilih sebagai Bupati Rokan Hilir dan menjabat hingga tanggal 29 Januari 2014. Ia diberhentikan sebagai Bupati Rokan Hilir karena terpilih dalam pemilihan umum Gubernur Riau 2013 sebagai Gubernur Riau yang baru. Ia dilantik sebagai Gubernur Riau pada tanggal 19 Februari 2014.
Pada tanggal 25 September 2014, satuan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap sembilan orang, dimana salah satunya adalah Annas Maamun yang masih menjabat sebagai Gubernur Riau. Annas Maamun ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di Cibubur, Jakarta Timur. Annas Maamun ditangkap terkait dengan dugaan suap alih fungsi lahan. Komisi Pemberantasan Korupsi juga menyita sejumlah mobil, termasuk mobil berpelat nomor Riau. Annas Maamun merupakan Gubernur Riau ketiga yang secara berturut-turut ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, dimana sebelumnya Saleh Djasit yang menjabat dari tahun 1998 hingga 2003 ditangkap karena kasus korupsi mobil pemadam kebakaran yang melibatkan Hari Sabarno. Kemudian Rusli Zainal yang menjabat untuk periode 2003 hingga 2013 ditangkap karena kasus korupsi PON XVIII, suap anggota DPRD Riau, dan penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman (IUPHHK-HT) di Kabupaten Pelalawan, Riau.
Pada 26 September 2014,Komisi Pemberantasan Korupsi  melalui ketuanya, Abraham Samad menetapkan Annas sebagai tersangka pasca operasi tangkap tangan pada 25 September malam. Menurut Abraham, Annas diduga menerima uang dari pengusaha terkait dengan izin alih fungsi hutan tanaman industri di Riau. Selain Annas, KPK menetapkan pengusaha sawit berinisial GM sebagai tersangka. GM diduga sebagai pihak pemberi uang kepada Annas. Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK menyita uang 156.000 dollar Singapura dan Rp 500 juta sebagai barang bukti. Annas Maamun akan segera ditahan di rumah tahanan Guntur, berbeda dengan tersangka GM yang sedianya akan ditahan di rumah tahanan KPK. Terkait dengan hal ini, Mendagri Gamawan Fauzi akan segera menunjuk Wakil Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman menjadi pelaksana tugas Gubernur Riau setelah disahkannya undang-undang pemerintah daerah.
Kronologi Kasus Korupsi H. Annas Maamun
Berhubung karena kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan ole H. Annas Maamun ada 3, maka penulis hanya mengambil salah satu dari kasus tersebut yaitu mengenai penerimaan uang sebesar Rp 2 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat (USD)dari Gulat Manurung. Karenanya Annas dijerat dengan pasal 12 b Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.
 Bahwa Terdakwa H. ANNAS MAAMUN Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu Selaku Gubernur Riau periode tahun 2014-2019 yang diangkat berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10/P Tahun 2014 tanggal 14 Pebruari 2014, pada hari Rabu tanggal 24 September 2014 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2014, bertempatdi Perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2 Cibubur, Bekasi, Jawa Barat, atau setidak-tidaknya di tempat lain yang berdasarkan Pasal 5 jo Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung, menerima hadiah yaitu hadiah uang sebesar USD166,100 (seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat) atau setidak-tidaknya sekitar jumlah itu dari GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dan EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAAN padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yaitu Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa hadiah uang sebesar USD166,100 (seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat) tersebut diberikan karena Terdakwa selaku Gubernur Riau telah memasukkan areal kebun kelapa sawit yang dikelola oleh GULAT MEDALI EMAS MANURUNG yang terletak di Kabupaten Kuantan Sengingi seluas kurang lebih 1.188 ha (seribu seratus delapan puluh delapan hektar) dan di Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir seluas kurang lebih 1.214 ha (seribu dua ratus empat belas hektar) serta kebun kelapa sawit milik EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAAN yang terletak di daerah Duri Kabupaten Bengkalis seluas 120 ha (seratus dua puluh hektar)ke dalam usulan revisi surat perubahan luas bukan kawasan hutan di Propinsi Riau, yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu kewajiban a Terdakwa selaku Penyelenggara Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Kepala Daerah sebagaimana ketentuan Pasal 28 huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut :
  1. Bahwa Terdakwa selaku Gubernur Riau berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan mempunyai kewenangan untuk mengajukan usulan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan kepada Menteri Kehutanan.
  2. Bahwa pada acara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Propinsi Riau tanggal 9 Agustus 2014, Terdakwa menerima kunjungan ZULKIFLI HASAN (Menteri Kehutanan) yang memberikan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor: SK.673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas ±1.638.249 ha (satu juta enam ratus tiga puluh delapan ribu dua ratus empat puluh sembilan hektar), Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas ±717.543 ha (tujuh ratus tujuh belas ribu lima ratus empat puluh tiga hektar) dan Penunjukkan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas ±11.552 ha (sebelas ribu lima ratus lima puluh dua hektar) di Propinsi Riau. Pada pidatonya dalam acara HUT Propinsi Riau, ZULKIFLI HASAN memberikan kesempatan kepada masyarakat melalui Pemerintah Daerah Propinsi Riauuntuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut.
  3. Sehubungan dengan adanya kesempatan melakukan revisi atas SK.673/Menhut-II/2014,kemudian Terdakwa memerintahkan M. YAFIZ (Kepala Bappeda Propinsi Riau) dan IRWAN EFFENDI (Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau) untuk melakukan penelaahan terkait keberadaan kawasan yang direncanakan dalam program pembangunan daerah Propinsi Riau yang masih masuk sebagai kawasan hutan untuk diusulkan revisi menjadi bukan kawasan hutan/Area Penggunaan Lainnya (APL). Selanjutnya dilakukan penelaahan oleh M. YAFIZ dan IRWAN EFFENDI bersama-sama dengan CECEP ISKANDAR (Kabid Planologi Dinas Kehutanan Propinsi Riau), SUPRIADI (Kasi Tata Ruang Bappeda Propinsi Riau), ARDESIANTO (Kasi Perpetaan Dinas Kehutanan Propinsi Riau), dan ARIEF DESPENSARY (Kasi Penatagunaan Dinas Kehutanan Propinsi Riau).
  4. Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2014 Terdakwa menerima laporan hasil telaahan atas SK.673/Menhut-II/2014 dari CECEP ISKANDAR dan setelah Terdakwa melakukan koreksi maka pada tanggal 12 Agustus 2014 terdakwa menandatangani Surat Gubernur Riau Nomor 050/ BAPPEDA/58.13 tanggal 12 Agustus 2014 perihal Mohon Pertimbangan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Propinsi Riau dalam Keputusan Penunjukan Kawasan Hutan Sesuai Hasil Rekomendasi Tim Terpadu yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan.
  5. Selanjutnya Surat Gubernur Riau tersebut dibawa ke kantor Kementerian Kehutanan oleh ARSYAD JULIANDI RACHMAN (Wakil Gubernur Riau), M. YAFIZ, IRWAN EFFENDY dan CECEP ISKANDAR yang bertemu dengan ZULKIFLI HASAN pada tanggal 14 Agustus 2014. Pada pertemuan itu ZULKIFLI HASAN memberi tanda centang persetujuan terhadap sebagian kawasan yang diajukan dalam surat tersebut, yang peruntukannya antara lain untuk jalan tol, jalan propinsi, kawasan Candi Muara Takus dan perkebunan untuk rakyat miskin seluas 1.700 ha (seribu tujuh ratus hektar)di Kabupaten Rokan Hilir. Selain itu ZULKIFLI HASAN secara lisan memberikan tambahan perluasan kawasan hutan menjadi bukan hutan Propinsi Riau maksimal 30.000 ha (tiga puluh ribu hektar).
  6. Atas pengajuan revisi SK Menteri Kehutanan NomorSK.673/MenhutII/2014 tersebut, pada bulan Agustus 2014 terdakwa ditemui oleh GULAT MEDALI EMAS MANURUNG di rumah dinas Gubernur Riau untuk meminta bantuan agar areal kebun sawit yang dikelolaGULAT MEDALI EMAS MANURUNG dapat dimasukkan ke dalam usulan revisi dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Terdakwa lalu meminta GULAT MEDALI EMAS MANURUNG berkoordinasi dengan CECEP ISKANDAR yang pada saat itu sedang berada di rumah dinas Terdakwa terkait pelaporan hasil kunjungan ke Jakarta menemui Menteri Kehutanan. Menindaklanjuti arahan terdakwa kemudian GULAT MEDALI EMAS MANURUNG membicarakan hal tersebut dengan CECEP ISKANDAR, yang pada intinya meminta agar areal kebun sawit yang dikelola GULAT MEDALI EMAS MANURUNG di Kabupaten Kuantan Sengingi seluas kurang lebih 1.188 ha (seribu seratus delapan puluh delapan hektar) dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas kurang lebih 1.214 ha (seribu dua ratus empat belas hektar) dapat dimasukkan ke dalam usulan revisi SK Menteri Kehutanan NomorSK.673/Menhut-II/2014 padahal lokasi tersebut diluar lokasi yang direkomendasikan oleh Tim Terpadu Kehutanan Riau.
  7. Atas permintaan tersebut, CECEP ISKANDAR meminta GULAT MEDALI EMAS MANURUNG memberikan gambar peta lokasi areal yang akan direvisi. Selanjutnya GULAT MEDALI EMAS MANURUNG memerintahkan RIYADI MUSTOFA alias BOWO memberikan gambar peta (shape file) kepada CECEP ISKANDAR untuk dilakukan penelahaan bersama ARDESIANTO, yang hasilnya terdapat beberapa kawasan yang tidak bisa dimasukan ke dalam usulan revisi karena merupakan kawasan hutan lindung, namun GULAT MEDALI EMAS MANURUNG meminta agar tetap dimasukkan ke dalam usulan.
  8. Setelah draft usulan revisi Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 selesai dibuat, selanjutnya CECEP ISKANDAR melaporkan draft usulan revisi tersebut kepada Terdakwa dan menyampaikan bahwa usulan GULAT MEDALI EMAS MANURUNG masih dalam kawasan hutan, selanjutnya Terdakwa memerintahkan CECEP ISKANDAR agar tetap memasukkan usulan GULAT MEDALI EMAS MANURUNG ke dalam surat usulan revisi tersebut. Kemudian pada tanggal 17 September 2014 Terdakwa menandatangani Surat Gubernur Riau Nomor 050/BAPPEDA/8516 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Propinsi Riau yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan yang didalamnya terdapat area kebun sawit sebagaimana yang dimintakan oleh GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dan EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAAN yaitu Kebun Rakyat Miskin di Rokan Hillir seluas 1.700 ha (seribu tujuh ratus hektar), kebun kelapa sawit di Kuantan Sengingi seluas lebih dari 1.000 ha (seribu hektar) dan kebun kelapa sawit di Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hillir serta kebun kelapa sawit seluas 120 ha (seratus dua puluh hektar) di daerah Duri Kabupaten Bengkalis, yang mana lokasilokasi tersebut diluar wilayah rekomendasi Tim TerpaduKehutanan Riau, selanjutnyatanggal 19 September 2014atas perintah Terdakwa, CECEP ISKANDAR menyerahkan surat tersebutkepada MASHUD (Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Kementerian Kehutanan) di Jakarta untuk diproses permohonannya.
  9. Pada tanggal 21 September 2014 Terdakwa berangkat ke Jakarta dalam rangka urusan dinas sekaligus memantau perkembangan surat usulan revisi tersebut di Kementerian Kehutanan. Keesokan harinya tanggal 22 September 2014 Terdakwa menghubungi GULAT MEDALI EMAS MANURUNG melalui telepon dan meminta uang kepada GULAT MEDALI EMAS MANURUNG sebesar Rp. 2.900.000.000,00 (dua miliar sembilan ratus juta rupiah) dengan dalih bahwa uang tersebut akan diberikan kepada anggota DPRRI Komisi IV sebanyak 60 (enam puluh) orang untuk mempercepat proses pengesahan RTRW Propinsi Riau oleh DPR RI yang didalamnya terdapat revisi terkait perubahan kawasan hutan dimana lahan sawit yang dikelola GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dan kebun kelapa sawit yang dimiliki EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAAN termasuk dalam usulan tersebut.
  10. Pada tanggal 23 September 2014, Terdakwa menghubungi GULAT MEDALI EMAS MANURUNG melalui telepon menanyakan apakah uang yang diminta oleh Terdakwa sudah tersedia, dan dijawab oleh GULAT MEDALI EMAS MANURUNG bahwa uang tersebut sudah tersedia, dengan mengatakan,” Bisa pak, bisa sudah sudah sudah terkumpul kacang pukulnya pak, udah” atas penyampaian tersebut selanjutnya Terdakwa meminta GULAT MEDALI EMAS MANURUNG untuk segera membawa uang tersebut ke Jakarta dan menyerahkan kepada Terdakwa.
  11. Pada tanggal 24 September 2014 GULAT MEDALI EMAS MANURUNG bersama dengan EDI AHMADalias EDI RM berangkat ke Jakarta dan pada sekitar pukul 19.00 WIB tiba di rumah Terdakwa di Perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2 Cibubur, Bekasi Jawa Barat.Setibanya di rumah Terdakwa, GULAT MEDALI EMAS MANURUNG berbincang-bincang dengan Terdakwa dan kemudian makan malam bersama di Rumah Makan Hanamasa Cibubur. Sepulang makanmalam saat berada didepan rumah Terdakwa, GULAT MEDALI EMAS MANURUNG menyerahkan sebuah tas berwarna hitam yang berisi uang sejumlah USD166,100 (seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat) kepada TRIYANTO (ajudan Terdakwa) dan berpesan agar tas tersebut diserahkan kepada Terdakwa. Setelah menerima uang dari GULAT MEDALI EMAS MANURUNG, selanjutnya TRIYANTO menyerahkan tas berisi uang tersebut kepada Terdakwa, danTerdakwa memerintahkan kepada TRIYANTO agar tas berisi uang tersebut diletakkan di atas meja kerja ruang belakang samping taman. Selanjutnya Terdakwa membawa tas tersebut ke kamar Terdakwa di lantai 2 (dua) dan membuka tas yang berisi uang dalam bentuk dollar Amerika Serikat lalu menyimpannya di dalam lemari.
  12. Terdakwa yang mengetahui uang yang diterima dari GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dalam bentuk pecahan mata uang dollar Amerika Serikat, selanjutnya menghubungi GULAT MEDALI EMAS MANURUNG melalui telepon dan meminta agar GULAT MEDALI EMAS MANURUNG menukar uang tersebut menjadi pecahan mata uang Dollar Singapura. Keesokan harinya pada tanggal 25 September 2014, Terdakwa bersama TRIYANTOmenemuiGULAT MEDALI EMAS MANURUNG di Restoran Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat dan menyuruh TRIYANTO menyerahkan kembali tas berwarna hitam yang berisi uang sebesar USD166,100 (seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat) kepada GULAT MEDALI EMAS MANURUNG untuk ditukarkandengan mata uang dollar Singapura. Setelah itu GULAT MEDALI EMAS MANURUNG bersama-sama dengan EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAAN pergi menukarkan uang sejumlah USD166,100(seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat)dengan mata uang dollar Singapura sejumlah SGD 156,000 (seratus lima puluh enam ribu dollar Singapura) dan mata uang rupiah sejumlah Rp. 500.000.000,00(lima ratus juta rupiah)di money changer PT AYU MASAGUNG di daerah Kwitang Jakarta Pusat. Setelah menukarkan uang tersebut GULAT MEDALI EMAS MANURUNG diantarLILI SANUSI (Sopir Badan Penghubung Propinsi Riau di Jakarta) menuju rumah Terdakwa di Perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2 Cibubur untuk menyerahkan uang tersebut.
  13. Tidak lama setelah itu datang petugas KPK melakukan penangkapan terhadap Terdakwa dan GULAT MEDALI EMAS MANURUNG kemudian menemukan uang sejumlahSGD156,000 (seratus lima puluh enam ribu dollar Singapura) dan Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) di rumah Terdakwa. Selain itu juga ditemukan uang sebesar Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dari dalam tas GULAT MEDALI EMAS MANURUNG. s) Bahwa Terdakwa mengetahui atau patut menduga perbuatannya menerima hadiah uang sebesar USD166,100 (seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat) dari GULAT MEDALI EMAS MANURUNG disebabkan karena Terdakwa selaku Gubernur Riau telah memasukkan permintaan GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dan EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAANagar areal kebun sawit di Kabupaten Kuantan Sengingi seluas kurang lebih ±1.188 ha(seribu seratus delapan puluh delapan hektar) dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas ±1.214 ha (seribu dua ratus empat belas hektar)serta kebun sawit di daerah Duri Kabupaten Bengkalis seluas ±120 ha (seratus dua puluh hektar) ke dalam surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di Propinsi Riau yang ditandatangani oleh Terdakwa walaupun lokasi tersebut tidak termasuk dalam lokasi yang direkomendasikan oleh Tim Terpadu, perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Gubernur Riau sekaligus Penyelenggara Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yakni Pasal 5 angka 4 yang berbunyi“Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme” dan Pasal 5 angka 6 yang berbunyi “Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untukmelaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” serta bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yakni Pasal 28 huruf d yang berbunyi “Kepala Daerah dilarang melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya”.
Perbuatan Terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setelah membaca tuntutan hukum/requisitoir Penuntut Umum tertanggal 20 Mei 2015 yang menuntut agar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan putusan sebagai berikut :
  1. Menyatakan Terdakwa H. ANNAS MAAMUN telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaima diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaima diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPdalam Dakwaan PERTAMA, Dakwaan Kedua dan Dakwaan KETIGA Pertama.
  2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa H. ANNAS MAAMUN berupa pidana penjara selama 6(enam) tahun, dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah supaya Terdakwa tetap ditahan dan ditambah dengan pidana denda sebesar Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) subsidiair selama 5(lima) bulan kurungan.
Berbagai tanggapan mengenai tuntutan terlalu ringan
Tuntutan enam tahun denda Rp250 juta terhadap Annas mendapat tanggapan dari berbagai kalangan. Even Sembiring, dari Walhi Riau mengatakan, kalau lihat Pasal 12 B UU Tipikor dengan ancaman penjara 20 tahun, tuntutan kepada Annas, terlalu ringan. “Untuk itu, kita minta hakim menjatuhkan putusan lebih berat. Jangan sekadar merujuk tuntutan karena ada peluang bagi hakim menjatuhkan pidana lebih berat dengan merujuk dakwaan dan fakta-fakta persidangan,” katanya kepada Mongabay, Senin (25/5/15).
Menurut dia, poin lain perkara pelepasan kawasan ini tak boleh berhenti sampai di Atuk saja. Sebab, dalam fakta persidangan Atuk dan Gulat jelas-jelas diketahui ada keterlibatan korporasi seperti Duta Palma. Bahkan, katanya, ada peranan pejabat Kementerian Kehutanan.“Jadi, jangan sekadar jadikan Atuk sebagai tumbal, pihak lain yang terlibat harus diseret. Momen ini bisa dimanfaatkan KPK untuk menyeret korporasi yang terlibat korupsi kehutanan.”
Zenzi Suhadi, Manajer Kampanye Walhi Nasional mengatakan, kasus yang menjerat Annas ini menyangkut proses pelepasan 1,6 juta hektar hutan menjadi area penggunaan lain (APL). Selain soal tuntutan, katanya, dia sangat berharap KPK masuk lebih dalam membongkar berbagai pihak yang terlibat dan diuntungkan dari pelepasan kawasan itu. KPK, kata Zenzi, jangan hanya berkutat di satu atau dua kasus pengusaha yang terlibat dalam pelepasan skala kecil. “Mestinya, KPK bisa crooss check di lahan 1,6 juta hektar di mana dan perusahaan mana yang terlibat.”
Dia mengatakan, kasus SK pelepasan kawasan Riau ini, sangat penting karena 17 provinsi lain melakukan modus serupa. “Ada 7,8 juta hektar hutan diubah menjadi daerah peruntukan lain. Mestinya, modus dan join skenario bersama politikus seperti ini dibongkar habis oleh KPK. ”Menurut Zenzi, kalau melihat trend proses hukum berkaitan sumber daya alam, di Riau yang disasar hanya pejabat pemerintah. “Korporasi yang menikmati malah tak disentuh.”
Kecenderungan ini, katanya, membuat proses hukum tak efektif menyelamatkan sumber daya alam. Dia mencontohkan, dari proses hukum terhadap tujuh pejabat Riau tiga bupati, tiga kepala dinas dan satu gubernur, jumlah uang yang dikembalikan ke negara hanya sekitar Rp 31 miliar padahal angka kerugian mencapai Rp 3,1 triliun. “Artinya, proses hukum cuma mengembalikan satu persen dari kerugian. Ini akan membuat penjahat lingkungan dan SDA ketagihan.”

Teguh Surya dari Greenpeace menilai, tuntutan enam tahun terlalu rendah mengingat kejahatan korupsi SDA seperti hutan memberikan dampak sangat buruk dan bersifat multidimensi. Ia berdampak bukan hanya pada lingkungan, tetapi memicu persoalan sosial (konflik), bencana lingkungan menahun, pemiskinan dan lain-lain. “Kalau cuma tuntutan enam tahun, pantas saja pejabat masih senang korupsi.

LINK PPT https://drive.google.com/file/d/1z039MIMO4gp4hr-UB9cQeWl1h7F7Lpud/view?usp=sharing
Profil Penulis

Nama                 : Firyal Humairah

NPM                  : 12217399

Kelas                  : 3EA01

Mata Kuliah     : Etika Bisnis


Jumat, 10 Juli 2020

PPT dan KASUS MATERI MINGGU KE-11

PERAN SISTEM PENGATURAN, GOOD GOVERNANCE

Definisi Pengaturan
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Peraturan adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima: setiap warga masyarakat harus menaati aturan yang berlaku; atau ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu.

Lydia Harlina Martono

Peraturan merupakan pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat peraturan, manusia bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit diatur.
Jadi definisi dari peraturan adalah suatu perjanjian yang telah dibuat untuk kepentingan umum, tentang apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
B. Karakteristik Good Governance
Dalam hal ini, ada Sembilan karakteristik good governance dari United Nation Development Program (UNDP), yakni;
1.    Partisipasi
Konsep partisipasi tentu sejalan dengan system pemerintahan yang demokrasi yang diterapkan di Indonesia. Partisipasi secara sederhana berarti adanya peran serta dalam suatu lingkungan kegiatan. Peran serta disini menyangkut akan adanya proses antara dua atau lebih pihak yang ikut mempengaruhi satu sama lain yang menyangkut pembuatan keputusan, rencana, atau kebijakan. Tujuan utama dari adanya partisipasi sendiri adalah untuk mempertemukan kepentingan yang sama dan berbeda dalam suatu perumusan dan pembuatan kebijakan secara berimbang untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh.
2.    Rule of law
Rule of low berarti penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang buluh, yang mengatur hak-hak manusia yang berarti adnya supremasi hukum. Menurut Bargir manan (1994).
3.    Transparansi
Transparansi berarti adanya keterbukaan terhadap publik sehingga dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan mengenai kebijakan pemerintah dan organisasi badan usaha, terutama para pemberi pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan informasi terhadap publik. Satu hal yang membedakan organisasi swasta dan publik adalah dalam masalah transparansi sendiri.
4.     Responsif
Responsif berarti cepat tanggap. Birokrat harus dengan segera menyadari apa yang menjadi kepentingan public (public interest) sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal ini, Birokrasi dalam memberikan pelayanan publik harus cepat beradaptasi dalam memberikan suatu model pelayanan.
                 
5.     Berorientasi pada consensus
Berorientasi pada consensus berarti pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para actor yang terlibat. Hal ini sejalan dengan konsep partisipatif dimana adanya keterlibatan dari masyarakat dalam merumuskan secara bersama mengenai hal pelayanan publik.
6.     Keadilan
Keadilan berarti semua orang (masyarakat), baik laki-laki maupun perempuan, miskin dan kaya memilik kesamaan dalam memperoleh pelayanan publik oleh birokrasi. Dalam hal ini, birokrasi tidak boleh berbuat diskriminatif dimana hanya mau melayani pihak-pihak yang dianggap perlu untuk dilayani, sementara ada pihak lain yang terus dipersulit dalam pelayanan bahkan tidak dilayani sama sekali.
7.      Efektif dan efisien
Efektif secara sederhana berarti tercapainya sasaran dan efisien merupakan bagaimana dalam mencapai sasaran dengan sesuatu yang tidak berlebihan (hemat). Dalam bentuk pelayanan publik, hal ini berarti bagaimana pihak pemberi pelayanan melayani masyarakat seefektif mungkin dan tanpa banyak hal-hal atau prosedur yang sebenarnya bisa diminimalisir tanpa mengurangi efektivitasnya.
8.    Akuntabilitas
Akuntabilitas berarti tanggung gugat yang merupakan kewajiban untuk member pertanggungjawaban dan berani untuk ditanggung gugat atas kinerja atau tindakan dalam suatu organisasi. Dalam pemberian pelayanan publik, akuntabilitas dapat dinilai sudah efektifkah prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersbut, sudah sesuaikah pengaplikasiannya, dan bagaiman dengan pengelolaan keuangannya, dan lain-lain.
9.    Strategic vision
Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah dan masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar terciptanya keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan latar belakang sejarah, kondisi social, dan budaya masyarakat.
C.   Commission Of Human Right (Hak Asasi Manusia)
Commission of human right (Hak asasi manusia) adalah hak dasar yang dimiliki setiap manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang hidup, maka bila tidak ada hak tersebut mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak asasi manusia diperoleh/didapat manusia dari Penciptanya yaitu Tuhan Yang Maha Esa sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuatan apa pun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia, karna HAM bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.
Commission of human right (Hak asasi manusia) ini tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut UU tersebut, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang. demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS atau Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.
      Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap orang mempunyai Hak :
1.    Hidup
2.    Kemerdekaan dan keamanan badan
3.    Diakui kepribadiannya
4.  Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah.
5.    Masuk dan keluar wilayah suatu Negara
6.    Mendapatkan asylum
7.    Mendapatkan suatu kebangsaan
8.    Mendapatkan hak milik atas benda
9.    Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
10. Bebas memeluk agama
11. Mengeluarkan pendapat
12. Berapat dan berkumpul
13. Mendapat jaminan sosial
14. Mendapatkan pekerjaan
15. Berdagang
16. Mendapatkan pendidikan
17. Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
18. Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan

D.   Kaitannya Good Governance Dengan Etika Bisnis
1.    Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila  prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal  yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
2.    Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action).  Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).
KASUS PELANGGARAN HAM
Pembunuhan Buruh Marsinah dan Riwayat Kekejian Aparat Orde Baru

Marsinah. Ia aktivis buruh berlidah tajam dan organisator terpelajar. Marsinah melawan saat kekerasan aparat negara menjalar lebih cepat daripada wabah flu. Buruh perempuan yang rajin mengkliping berita koran itu nyala kritisnya dipetangkan rezim otoriter. Ia dibunuh di usia yang masih teramat muda, 24 tahun.

Pembunuhannya membawa kesuraman semakin akrab. Seolah-olah negara tak perlu melindungi hak hidup warganya, tapi justru berwenang merecoki hajat hidup mereka.

Satu bulan sebelum Marsinah dibunuh, Presiden Soeharto menghadiri pertemuan Hak Asasi Manusia di Thailand. Dalam forum itu, Soeharto menyatakan RUU Hak Asasi Manusia yang dicanangkan PBB tidak bisa diterapkan di negara-negara Asia. Jenderal tangan besi itu menjelaskan, di Asia warga tak bisa bebas mengkritik pemimpinnya, beda dengan budaya Barat.

Soeharto juga menekankan bahwa warga negara wajib menunjukkan rasa hormat pada pemimpin mereka, sebagaimana anggota keluarga pada kepala keluarga. Hal itu diuraikan Leena Avonius and Damien Kingsbury dalam “From Marsinah to Munir: Grounding Human Rights in Indonesia” yang terbit tahun 2008.

Soeharto melakukan intervensi yang kuat untuk memonitor dan mengatur protes buruh. Dia memiliki perangkat Surat Keputusan Bakorstanas No.02/Satnas/XII/1990 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 342/Men/1986. Jika ada perselisihan antara buruh dengan pengusaha, maka yang berhak memediasi adalah militer. Tak heran, para pekerja yang kritis dan mencolok harus kuat menghadapi intimidasi dan penangkapan.

Marsinah adalah buruh PT Catur Putera Surya (CPS), pabrik arloji di Siring, Porong, Jawa Timur. Buruh PT CPS digaji Rp1.700 per bulan. Padahal berdasarkan KepMen 50/1992, diatur bahwa UMR Jawa Timur ialah Rp2.250. Pemprov Surabaya meneruskan aturan itu dalam bentuk Surat Edaran Gubernur KDH Tingkat I, Jawa Timur, 50/1992, isinya meminta agar para pengusaha menaikkan gaji buruh 20 persen.

Kebanyakan pengusaha menolak aturan tersebut, termasuk PT CPS. Bianto, rekan Marsinah, menuturkan manajemen PT CPS hanya mau mengakomodasi kenaikan upah dalam tunjangan, bukan upah pokok. Permasalahannya, jika buruh tak masuk kerja karena alasan sakit atau melahirkan, tunjangannya akan dipotong.

Negosiasi antara buruh dengan perusahaan mengalami kebuntuan. Karena itu, buruh PT CPS menggelar mogok kerja pada 3 Mei 1993. Ada 150 dari 200 buruh perusahaan itu yang mogok kerja.

Seperti diungkap dalam laporan investigasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bertajuk Kekerasan Penyidikan dalam Kasus Marsinah (1995), pengorganisasian para buruh sebenarnya sudah matang beberapa hari menjelang mogok kerja.

"Tidak usah kerja. Teman-teman tidak usah masuk. Biar Pak Yudi sendiri yang bekerja," kata Marsinah, sebagaimana tercatat dalam Elegi Penegakan Hukum: Kisah Sum Kuning, Prita, Hingga Janda Pahlawan (2010). Yudi yang dimaksud adalah Direktur PT CPS, Yudi Susanto.

Mereka membawa 12 tuntutan (lihat infografik). Mulai dari menuntut hak kenaikan upah 20 persen hingga membubarkan organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di tingkat pabrik. SPSI adalah satu-satunya organisasi buruh yang dinyatakan legal oleh rezim otoriter Soeharto. Bianto menjelaskan bahwa kala itu reputasi SPSI buruk dan nyaris selalu berseberangan dengan kebutuhan kolektif buruh.

“Sementara bagi SPSI, serikat buruh adalah mitra bagi perusahaan. Satu kondisi yang sebenarnya terjadi karena SPSI disetir oleh kekuasaan Orde Baru,” ujar Bianto dalam wawancara dengan kabarburuh.com tiga tahun lalu.

Marsinah Ambil Alih Komando

Saat aksi mogok hari pertama, Yudo Prakoso, koordinator aksi, ditangkap dan dibawa ke Kantor Koramil 0816/04 Porong. Ketegangan perlahan mulai mengalir deras.

Dia diinterogasi karena telah mengorganisasi pemogokan dan dituduh melakukan protes dengan cara yang mirip aksi Partai Komunis Indonesia (PKI). Sorenya, Prakoso kembali ke pabrik karena dipaksa aparat Koramil.

Mogok kerja di hari pertama itu tak mempan. Prakoso disibukkan dengan pemanggilan oleh aparat militer. Akhirnya Marsinah yang memegang kendali memimpin protes para buruh.

Keesokan harinya, pada 4 Mei 1993, aksi mogok kerja kembali digelar. Pihak manajemen PT CPS bernegosiasi dengan 15 orang perwakilan buruh. Dalam perundingan, hadir pula petugas dari Dinas Tenaga Kerja, petugas Kecamatan Siring, serta perwakilan polisi dan Koramil. Pelibatan aparat negara dalam perundingan itu menimbulkan kecanggungan.

Meski begitu, semua tuntutan akhirnya dikabulkan, kecuali membubarkan SPSI di tingkat pabrik. Pimpinan perusahaan menganggap hal itu menjadi kewenangan internal SPSI.

Namun di hari itu juga, berdasarkan kronologi yang dirangkai Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KSUM), Yudo Prakoso, buruh yang dianggap dalang pemogokan, mendapat surat panggilan dari Koramil Porong. Dalam surat bernomor B/1011V/1993 itu, Prakoso diminta datang ke kantor Kodim 0816 Sidoarjo. Surat itu ditandatangani Pasi Intel Kodim Sidoarjo Kapten Sugeng.

Di Kodim Sidoarjo, Prakoso juga diminta untuk mencatat nama-nama buruh yang terlibat dalam perencanaan 12 tuntutan dan aksi mogok kerja.

Esoknya, 12 buruh mendapat surat yang sama. Mereka diminta hadir ke kantor Kodim Sidoarjo, menghadap Pasi Intel Kapten Sugeng. Tapi surat panggilan itu berasal dari kantor Kelurahan Siring yang ditandatangani sekretaris desa bernama Abdul Rozak.

Tiga belas buruh itu dikumpulkan di ruang data Kodim Sidoarjo oleh seorang Perwira Seksi Intel Kodim Kamadi. Tanpa basa-basi, Kamadi meminta Prakoso dan 12 buruh lain mengundurkan diri dari PT CPS. Alasannya, tenaga mereka sudah tak dibutuhkan lagi oleh perusahaan.

Kamadi dan Sugeng menyiapkan surat pengunduran diri yang menyatakan 13 buruh itu telah melakukan rapat ilegal untuk merencanakan 12 tuntutan dan aksi mogok kerja. Mereka dianggap telah menghasut buruh lainnya untuk ikut protes. Berada dalam tekanan, akhirnya 13 buruh itu menandatangani surat pengunduran diri. PHK itu tak dilakukan pihak perusahaan melainkan oleh aparat Kodim Sidoarjo.

Berdasarkan laporan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), emosi Marsinah memuncak ketika tahu rekannya dipaksa mengundurkan diri. Dia meminta salinan surat pengunduran diri tersebut dan surat kesepakatan dengan manajemen PT CPS. Sebab dalam surat kesepakatan itu, 12 tuntutan buruh diterima termasuk poin tentang pengusaha dilarang melakukan mutasi, intimidasi, dan melakukan PHK karyawan setelah aksi mogok kerja

"Aku akan menuntut Kodim dengan bantuan saudaraku yang ada di Surabaya,” kata Marsinah merujuk koleganya yang bekerja di Kejaksaan Surabaya.

6 Mei 1993, sehari setelah para buruh dipanggil ke Kodim, adalah libur nasional untuk memperingati Hari Raya Waisak. Esoknya buruh kembali bekerja, tapi tak ada satupun yang melihat Marsinah. Beberapa rekannya mengira Marsinah pulang kampung ke Nganjuk.

Pada 8 Mei 1993, tepat hari ini 25 tahun lalu, Marsinah ditemukan sudah tak bernyawa di sebuah gubuk pematang sawah di Desa Jagong, Nganjuk. Jenazahnya divisum Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk pimpinan Dr. Jekti Wibowo.

Hasil visum et repertum menunjukkan adanya luka robek tak teratur sepanjang 3 cm dalam tubuh Marsinah. Luka itu menjalar mulai dari dinding kiri lubang kemaluan (labium minora) sampai ke dalam rongga perut. Di dalam tubuhnya ditemukan serpihan tulang dan tulang panggul bagian depan hancur. Selain itu, selaput dara Marsinah robek. Kandung kencing dan usus bagian bawahnya memar. Rongga perutnya mengalami pendarahan kurang lebih satu liter.

Setelah dimakamkan, tubuh Marsinah diotopsi kembali. Visum kedua dilakukan tim dokter dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Menurut hasil visum, tulang panggul bagian depan hancur. Tulang kemaluan kiri patah berkeping-keping. Tulang kemaluan kanan patah. Tulang usus kanan patah sampai terpisah. Tulang selangkangan kanan patah seluruhnya. Labia minora kiri robek dan ada serpihan tulang. Ada luka di bagian dalam alat kelamin sepanjang 3 sentimeter. Juga pendarahan di dalam rongga perut.

Disiksa Militer untuk Akui Bunuh Marsinah


Tanpa surat penangkapan, aparat militer berbaju preman mencokok dua satpam dan tujuh pimpinan PT CPS. Penangkapan itu dibumbui tindakan kekerasan, semua diseret paksa dan kepala Karyono Wongso, Kabag Produksi PT CPS, ditetak aparat militer dengan gagang pistol. Mereka digelandang ke Markas Detasemen Intel (Den Intel) Kodam V Brawijaya Wonocolo.

Berdasarkan laporan yang diterbitkan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) bertajuk Ke Arah Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan: Kajian Kasus-Kasus Penyiksaan Belum-Terselesaikan (1995), satpam dan pihak manajemen PT CPS itu disekap selama 19 hari di Kodam V Brawijaya. Tak ada satupun keluarga mereka yang tahu.

Bambang Wuryantoyo, 38 tahun, yang bekerja di bagian pengawas umum PT CPS, disiksa dan ditelanjangi. Kemaluannya disetrum berulangkali. Saat interogasi, kakinya ditindih kaki meja. Kemaluan dan perutnya disundut rokok.

Di salah satu kamar mandi Kodam V Brawijaya seorang petugas militer kencing di dalam gayung. Soeprapto, 23 tahun, satpam PT CPS dipaksa meminum air kencing itu. Penisnya digebuk pakai seikat sapu lidi dan disetrum. Mulut Soeprapto disumpal celana untuk meredam jeritannya saat disiksa. Kepalanya ditetak dan ketiaknya disulut rokok.

Rekan Soeprapto yang juga berprofesi sebagai satpam, Ahmad Sution Prayogi, 58 tahun, tak bisa mengunyah makanan selama lima hari. Sebab aparat Kodam V Brawijaya merontokkan giginya.

Mutiari, 27 tahun, ketua bagian personalia PT CPS adalah satu-satunya perempuan dalam penyekapan di Kodam V Brawijaya itu. Dia dihantam kekerasan verbal. Mutiari diancam akan ditelanjangi dan disetrum. Dia juga diperdengarkan dan diperlihatkan orang lain yang sedang disiksa. Penyiksaan itu menyebabkan Mutiari kehilangan bayi yang sudah dikandungnya selama tiga bulan. Ia keguguran saat itu juga.

Penis Yudi Susanto, Direktur PT CPS, juga disetrum. Dia dipaksa mengepel lantai salah satu ruangan Kodam V Brawijaya dengan lidah. Di pelataran basis militer teritorial itu, Susanto diminta mencabut rumput dengan mulut. Aparat militer pun tak segan meludah ke mulutnya, lalu Susanto diminta menelan ludah itu. Pernah juga Susanto muntah karena disuruh mengunyah kain lap kompor, lalu dia diminta cuci muka dengan air muntahnya sendiri.

Tujuan dari penyiksaan yang rutin itu agar satpam dan manajemen PT CPS mengaku telah merencanakan pembunuhan Marsinah. Padahal aparat Kodam V Brawijaya-lah yang membuat skenario palsu strategi perencanaan dan eksekusi pembunuhan Marsinah itu.

Pada 21 Oktober 1993, aparat Kodam V Brawijaya menyerahkan mereka ke Polda Jatim. Siksaan verbal maupun fisik juga mereka rasakan di Polda Jatim, meski dengan intensitas yang lebih rendah.

Proses persidangan para tersangka yang penuh kejanggalan tidak membuat mereka terbebas dari dakwaan. Mereka diputus bersalah dan divonis penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya dan Pengadilan Tinggi Surabaya, kecuali Yudi Susanto yang dibebaskan hakim Pengadilan Tinggi Surabaya. Jaksa Penuntut Umum yang menolak putusan bebas terhadap Yudi Susanto kemudian mengajukan pemohonan kasasi ke MA, permohonan kasasi juga diajukan delapan terdakwa lainnya.

Ahli Forensik Bersaksi

Setelah delapan orang divonis, Abdul Mun’im Idries, dokter dari Instalasi Kedokteran Kehakiman (IKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia turut ambil bagian sebagai saksi ahli. Dalam persidangan dia memaparkan kejanggalan barang bukti, kesaksian, dan hasil visum. Menurutnya, visum pertama tak sesuai standar pemeriksaan jenazah karena hanya bersifat parsial.

Dalam bukunya bertajuk Indonesia X-Files (2013), Idries mengungkapkan bahwa barang bukti proses peradilan berupa balok janggal. Ukuran balok yang digunakan menyodok bagian genital tubuh Marsinah tak sesuai dengan besar luka pada korban yakni 3 sentimeter. Menurutnya, satu luka pada bagian kelamin Marsinah tak sesuai dengan jumlah terduga pelaku yang berjumlah tiga orang.

Idries menegaskan bahwa pendarahan bukan penyebab kematian Marsinah, melainkan tembakan senjata api.

"Melihat lubang kecil dengan kerusakan yang masif, apa kalau bukan luka tembak?" ungkap Idries dalam tayangan Mata Najwa: X-File edisi 18 September 2013.

"Pelakunya siapa yang punya akses senjata,” lanjut Idries. “Kita kan enggak bebas memiliki senjata."

Pada 3 Mei 1995, Mahkamah Agung (MA) memvonis bahwa sembilan terdakwa tak terbukti melakukan perencanaan dan membunuh Marsinah. Hal itu tercatat dalam penelitian Iyut Qurniasari dan I.G. Krisnadi yang termuat di Jurnal Publika Budaya Universitas Jember berjudul "Konspirasi Politik dalam Kematian Marsinah di Porong Sidoarjo Tahun 1993-1995".

Sembilan terdakwa dibebaskan, tapi siapa pembunuh Marsinah hingga kini tak pernah diungkap pengadilan.

“Persidangan dimaksudkan untuk mengaburkan militer tanggung jawab atas pembunuhan itu,” tulis Amnesty Internasional dalam laporannya, Indonesia: Kekuasaan dan Impunitas: Hak Asasi Manusia di bawah Orde Baru.

Trimoelja D Soerjadi, pengacara Marsinah, menuturkan, semua terdakwa secara bengis disiksa dan dianiaya. Intervensi militer itu adalah “Pengalaman yang getir, menyakitkan dan paling mengerikan serta menakutkan,” kata Soerjadi saat menerima Yap Thiam Hien Award untuk Marsinah di Jakarta pada 10 Desember 1994.

Hingga kini Marsinah ada di mana-mana. Dia menyelinap di berbagai produk payung hukum bagi hak buruh. Dalam putusan MK dan pengadilan, nama Marsinah kerap disebut. Misalnya dalam putusan 100/PUU-X/2012, Margarito Kamis menjelaskan bagaimana Marsinah menjadi tolak ukur bahwa buruh harus dilindungi.

Perjuangan buruh saat ini hanya catatan kaki bagi perjuangan Marsinah. Sisanya: kita yang berhura-hura di bawah bayang-bayang romantisme keheroikan Marsinah. Hingga kini kita belum terlalu peduli apakah ada serikat buruh dalam perusahaan. Kita belum serius memahami bahwa serikat adalah tempat saling berbagi kekuatan dan menumbuhkan kepekaan terhadap masalah rekan terdekat.

Diam-diam, hingga kini, represi tetap menjadi alat bagi siapa saja yang berkuasa. Masalah buruh tak pernah jauh dari 12 tuntutan yang dicanangkan Marsinah dan kawan-kawan. Kita hidup di sebuah negara dengan warisan tingkah yang brutal.
LINK PPThttps://drive.google.com/file/d/163QU4ZR2UYPpO0Vi-EdBpZ0zoYtvW5Zw/view?usp=sharing
Profil Penulis

Nama                 : Firyal Humairah

NPM                  : 12217399

Kelas                  : 3EA01

Mata Kuliah     : Etika Bisnis